Opini  

Ada Perang Dingin di PON XX Papua

Mewarta.com, Jayapura— “Di arena kita sejiwa, di luar kita sodara.” Adagium ini pernah disematkan oleh seorang senior kepada saya dalam menghadapi beberapa perhelatan politik.

Hanya saja konteksnya berbeda dengan kompetisi takraw putri di PON XX ini, namun terdapat sisi persamaan. Sebab keduanya sama-sama berebut keberuntungan dan salah satu diantaranya harus ada yang dikalahkan.

Maka terjadilah perhelatan sengit diantara team sepak takraw putri dari DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan (Sul-Sel) di laga semi final.

Saya menarik mengulasnya bukan karena DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Sul-Sel sebagai provinsi asal, tetapi saya baru pertama kali menyaksikan secara langsung perhelatan sengit diantara 3 regu yang diturunkan oleh masing – masing kontingen yang didominasi oleh atlet asal dari daerah yang sama.

Kendati kedua team sepak takraw tersebut notabenenya berasal dari daerah yang sama, tetap dituntun harus profesional dengan memperkuat teamnya masing – masing. Spirit juangnya adalah meraih prestasi yang luar biasa dan juara sehingga dapat mengharumkan kontingennya, tidak terkecuali tanah kelahirannya.

Mereka adalah kaka Indra Asti, senior saya di Smansa Benteng Selayar angkatan 2007 dan Jasmini Jae yunior saya angkatan 2011 di sekolah yang sama. Keduanya ikut PON XX Papua sebagai atlet takraw mewakili DKI Jakarta. Jasmini memperkuat regu 1 dan Indra Yuliasti memperkuat regu 3.

Sementara di team Sulsel adalah Sarlina, Sri Wahyuni, Erika Fitria Lestari dan Febrianti. Keempatnya masing – masing utusan Selayar yang dipilih melalui seleksi ketat guna ikut memperkuat kontingen Sul-sel khususnya cabang olahraga takraw. Kedua team ini dipertemukan di laga semi final pada Selasa kemarin (28/09/2021). Saya menyaksikan perhelatannya cukup dramatis, bak perang dingin diantara kedua team.

Penonton atau supporter khususnya masyarakat Selayar pun mengalami suasan kebatinan yang cukup dilematis, karena tidak tahu harus mendukung siapa diantara mereka karena sama-sama berasal dari Selayar.

Dan seketika saya teringat dengan kisah perang saudara berebut singgasana Majapahit saat meninggalnya raja Hayam Wuruk, maka terjadilah perang perebutan tahta antara istana barat yang dipimpin oleh Wikramawardhana melawan istana timur di bawah pimpinan Bhre Wirabhumi.

Dimana keduanya harus beradu strategi karena salah satu diantaranya mesti ditaklukan untuk bisa merebut tahta. Kira-kira seperti itulah semangatnya mereka para atlet asal Selayar di arena GOR Trikora Uncen Jayapura.

Awalnya regu 1 DKI Jakarta yang diperkuat oleh Jasmini Jae sempat menundukan regu 1 Sulsel namun kekalahan itu terbalaskan oleh regu 2 Sulsel yang di perkuat oleh Sarlina. Ekspresi semangat supporter pun tak terbendung, bahkan nyaris dikeluarkan oleh panitia.

Tapi sayang di laga regu 3 Sulsel harus ikhlas menelan pil pahit saat melawan regu 3 DKI Jakarta yang diperkuat oleh kaka Indra Asti dengan pukulan smashnya setajam panah, dan akhirnya membawa team takraw putri DKI Jakarta menuju FINAL kemudian meraih medali emas pada perhelatan sengit di laga terakhir setelah melawan team Jawa Timur.

Ekspresi tangis haru pun tumpah di lapangan gor trikora uncen Jayapura, Rabu Kemarin (29/09/2021). Tentu sebagai sesama warga Selayar patut mengapresiasi perolehan yang luar biasa dari atlet-atlet kita asal Selayar meskipun memperkuat kontingen lain.

Setelah itu sebagai wujud apresisai kepada para atlet itu selanjutnya diundang Dinner bersama ketua DPD Permas, ada canda tawa penuh persaudaraan mewarnai perjumpaan itu. Selamat untuk pemenang khususnya 2 atlet takraw kontingen DKI Jakarta asal Kepulauan Selayar, Jasmini dan Indra Yuliasti.

Penulis : Suharlim Syamsuddin (Pemuda asal Kepulauan Selayar).

Penulis: SuharlimEditor: Suharlim
Exit mobile version