OPINI. Mewarta.com. Kalau ada orang bertanya tentang ajaran Islam yang paling dominan, maka katakanlah pada mereka Tauhid! sebuah pengakuan dan penghayatan, bahwasanya tidak ada Tuhan, kecuali Allah. Kalau ditanya pula tentang ahlak yang paling dominan pada kepribadian muslim, maka katakanlah pada mereka Cinta!
Tidak ada satu kitabpun dimuka bumi ini, yang begitu gencarnya merefleksikan rasa kasih, getaran rahimisme yang mendorong setiap pemeluknya untuk menebarkan benih-benih kasih sayang atau silaturahmi, kecuali Islam.
Bahkan begitu besarnya concern Ilahiyah atas kasih sayang ini, maka yang pertama diperkenalkan Allah kepada manusia, bukanlah kekuasaannya (security approach), tetapi justru kasihnya Allah, bismillahirrahmanirrahiem, maka hendaklah kita memulai segala sesuatu dengan mengenang Allah yang Maha Kasih lagi Maha Penyayang.
Dalam sebuah hadist, justru Allah mcmperkenlakan dirinya, bahwa inilah Aku yang Maha Pengasih. Huwa Rahamanur Rahiem. Kepada kita semua, dipesankan oleh Nabi Tahalaquu bi ahlaqillah, maka hendaklah kita merefleksikan, memancarkan akhlak Allah, yang mempunyai makna hendaknyalah kita berupaya untuk taqarrub kepada Allah dan berkehidupan dalam tatanan sifat dan kepribadian yang sesuai dengan sifat-sifatnya yang Maha Indah (Asmaa’ul Husna), dan karena cinta yang dominan maka setiap muslim yang gandrung pada Magfirah Allah, akan terus berjuang untuk memperoleh perkenannya (again approval) dan menghindari segala hal yang tidak sesuai dengan perintahnya (avoid disapproval).
Contoh paling paripurna hendaklah kita ambil dari prilaku Nabi sebagai manifestasi dari segala akhlak dan sifat Qur’ani, sehingga Nabi pantas untuk disebut sebagai The Living Qur’an, karena Nabilah contoh yang paling sah dalam hal akhlak dan ibadah.
Ketika Nabi dihinakan penduduk Mekah, maka dia mengajak Zaid bin Haritsah untuk pergi berdakwah ke Thaif, dengan sebuah harapan dakwahnya akan didengar. Tetapi apa yang terjadi?. Penduduk Thaif ramai-ramai menyongsong Nabi, bukan untuk menyambut, tetapi untuk menyambit! tua muda, laki-laki perempuan beramai-ramai melempari tubuh Nabi dengan penuh kebencian dan cacian. Tersaruk-saruk Nabi menghindar dari keroyokan massa ini, wajahnya penuh darah dari pelipisnya yang luka menganga, kakinya pincang, karena sambitan batu yang besar. Tidak tahan menahan rasa sakit yang hebat ini, Nabi Pingsan dekat sebuah kebun, dan pada saat itulah Jibril dengan iba berkata kepada Nabi. Wahai Kekasih Allah, mintalah sesuatu, yang pastilah akan dikabulkan permintaanmu itu, apakah penduduk ini akan dibalas, dengan banjir sebagaimana kaum dijaman Nabi Nuh, ataukah angin panas sebagaimana kaum Nabi Luth, Ya Habibullah!
Seperti diberi kekuatan, Nabi kemudian bersabda Allahummahdi qaumi fainnahum laa ya’lamun, Yaa Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak tahu!. Bukan dendam yang dipantulkan, kendati wajahnya penuh dengan luka dan darah, tetapi kasihlah yang ditunjukkannya.
Alangkah agungnya ahklaklak Rasul, dalam fitnah dan amarah para jahiliyah, dia tetap istiqomah memancarkan kesejukkan abadi. Keindahan akhlak inilah yang kemudian harus dijadikan referensi bagi setiap muslim dimanapun mereka berada, pancaran cinta, marhamah harus didakwahkan kepada setiap sudut kehidupan, ballighu anni walau ‘ayah, maka sampaikanlah ajaranku ini walau satu ayat. Perintah ini seharusnya menggedor jiwa setiap muslim untuk mengambil peran dalam mensiarkan agamanya.
Total Dakwah! artinya dalam posisi apapun, dalam sudut kehidupan yang bagaimanapun, selama dia memiliki atribut dan identitas jiwa sebagai seorang tauhid, maka kewajiban ini adalah melekat pada keabsyahannya sebagai Muslim, dakwah dan mensyi’arkan agama merupakan axioma ilahiyah, conditio sine quanon.
Wajahnya cerah menghadapi pressure yang bagaimanapun, jiwanya stabil, sehingga yang terpancar dari kalimat yang diucapkannya hanyalah kelembutan yang membelai, menyejukkan. Setiap muslim sadar, bahwa dirinya adalah khalifah fil ardhi, wakil Allah untuk menyebarkan kebenaran (divine vicegereney), dia sadar bahwa dalam sikap tingkah lakunya, muslim adalah pajangan terdepan yang di tata pada etalase kehidupan.
Seorang muslim akan sadar, bahwasanya orang akan tertarik masuk kedalam toko dan kemudian membeli barang, apabila etalasenya menarik simpatik! Seorang Direktur yang ketika adzan menggema, kemudian menyelendangkan sajadah dibahunya, tidak perlu bicara! karena langkah kakinya, dan pancaran kepribadiannya sudah berbicara banyak pada sekitarnya.
Seorang sopir taxi, yang malam hari mendapatkan penumpang dari Airport, kemudian memasukkan kaset qira’at Al Qur’an, diapun telah berdakwah memberikan kesejukkan dan kepercayaan kepada penumpang. Sebuah Qur’an diatas meja seorang manager, cukuplah sudah untuk mengusir syetan-syetan amplop, dan pada saat yang sama dia telah berdakwah, memenuhi perintah Allah, Isyhaduu bi annaa Muslimuun, maka saksikanlah bahwa aku ini seorang Muslim. (Anwar)