Opini  

Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka: Harapan, Berbenah, dan Menatap Generasi Emas 2045

Mewarta.com, Opini–Delapan puluh tahun sudah bangsa Indonesia berdiri tegak sebagai negara merdeka. Setiap peringatan kemerdekaan seharusnya tidak hanya dipahami sebagai rangkaian pesta simbolik dengan bendera, upacara, dan seremonial belaka, melainkan menjadi momentum refleksi yang mendalam bagi seluruh rakyat. Kemerdekaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa lahir dari pengorbanan, darah, dan air mata, yang semuanya ditujukan untuk melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang bebas, adil, dan bermartabat. Karena itu, peringatan hari kemerdekaan harus menjadi cermin untuk menilai sejauh mana cita-cita luhur tersebut telah terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Refleksi ini mencakup apakah rakyat telah menikmati keadilan sosial tanpa diskriminasi, apakah kesejahteraan telah benar-benar merata, serta apakah kesempatan untuk maju telah terbuka bagi setiap warga negara tanpa terkecuali. Dengan demikian, kemerdekaan tidak lagi sekadar menjadi simbol historis, tetapi menjadi kenyataan hidup yang benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam setiap sendi kehidupannya.

Merdeka bukan hanya bebas dari penjajahan asing, tetapi juga bebas dari belenggu ketidakadilan sosial, kemiskinan, korupsi, serta diskriminasi dalam segala bentuknya. Ironisnya, meski usia republik sudah hampir satu abad, kita masih berhadapan dengan masalah yang sama diantaranya pengangguran yang terus menghantui generasi muda, judi online yang merusak keluarga dan masyarakat, kasus kekerasan terhadap ibu dan anak yang semakin marak, hingga praktik korupsi yang menggerogoti sendi-sendi negara. Semua itu menjadi pengingat bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya hadir dalam kehidupan rakyat.

Konstitusi kita, UUD 1945, dengan tegas menempatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai salah satu tujuan utama bernegara. Namun, praktik sehari-hari justru menunjukkan adanya jurang antara cita-cita dan kenyataan. Keadilan masih sering “tersandera” oleh kepentingan oknum mental penjajah, sementara rakyat kecil menjadi pihak yang paling rentan terhadap ketidakadilan hukum maupun ekonomi. Dalam konteks hukum, kita menyadari bahwa hukum seharusnya bukan sekadar teks di atas kertas, melainkan instrumen yang hidup untuk melindungi yang lemah dan menegakkan kebenaran.

Kemerdekaan di usia 80 tahun ini seharusnya menjadi panggilan moral bagi bangsa untuk melakukan perubahan mendasar. Melawan korupsi dengan penegakan hukum yang konsisten, menutup ruang bagi praktik judi online yang merusak masa depan generasi, menghadirkan perlindungan nyata bagi perempuan dan anak, serta membuka akses lapangan kerja yang setara bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi.

Kita harus jujur, perjuangan melawan masalah-masalah bangsa bukanlah hal yang bisa selesai dalam hitungan tahun, butuh proses yang dibangun bersama. Namun, dengan konsistensi, komitmen, dan keberanian untuk berbenah, maka Indonesia bisa melangkah ke arah yang lebih baik. Dua puluh tahun ke depan, tepat di usia seratus tahun kemerdekaan, kita menatap cita-cita besar yaitu menuju Indonesia Emas 2045. Generasi emas tidak akan hadir hanya karena angka, tetapi harus dipersiapkan sejak sekarang melalui kebijakan yang adil, ekonomi yang inklusif, serta penegakan hukum yang tegas.

Merdeka ke-80 tahun adalah sebuah titik refleksi. Jika hari ini kita mampu berbenah, menata bangsa dengan semangat optimisme, kebersamaan dan kejujuran, maka 20 tahun lagi, Indonesia tidak hanya sekadar merdeka secara politik, tetapi juga merdeka dari ketidakadilan sosial, korupsi, kemiskinan, dan segala bentuk penindasan. Saat itulah, cita-cita besar para pendiri bangsa benar-benar dapat diwujudkan untuk kemuliaan rakyat dan kejayaan negara.