Hidup berarti mengambil posisi. Memilih dan harus berpihak. Kalau kita dengan bangga berkata saya tidak mau memilih dan tidak pernah akan memihak siapapun, sebenarnya kita telah menentukan pilihan dan memihak. Didalam bahasa Arab, padanan kata untuk memilih, adalah ikhityar yang artinya menentukan atau mengambil posisi tertentu yang kita anggap lebih baik dari berbagai kemungkinan yang ada dihadapan kita .
Demikianlah, jalan yang telah ditetapkan Allah! Walaupun kemungkinan memilih bisa lebih dari satu tetapi kita yakin bahwa jalan keselamatan, hanya terbentang apabila kita memihak Allah, dan masuk sebagai anggaotanya yang setia dalam kelompok hiizbullah, seraya beradara dalam barisan yang gagah sebagai pasukannya Allah, jundullah! Jalan menyesatkan terbentang pula dengan jelas, yaitu mereka yang sadar maupun tidak, telah berjalan dan bergabung dengan kelompok syetan yang berderap dengan segala ornamennya , itulah yang disebut dengan hizbusyaithan!
Jalan sudah jelas terhampar dihadapan kita, dan pada saat yang bersamaan kita tak bisa menghindarinya. Hanya dua pilihan, hanya ada dua kutub untuk memilih. Sejak terhentak dan tersadar dari tidur dipagi hari, maka pada saat itu pula kita dihadapkan pada satu pilihan dan pemihakkan .
Apabila kita bersegera mengambil air wudhu, maka selamatlah, karena kita telah menentukan pilihan untuk berpihak kepada Allah. Inilah aksioma Ilahiyah yang maha pasti dan sekaligus misi setiap pribadi muslim untuk selalu berpihak kepada kebenaran, walau kebenaran itu terasa pahit sekalipun, tetapi percayalah! pada akhirnya hanya kelezatan belaka yang akan dipetik.
Orang yang berpihak kepada Allah dan Rasul, adalah mereka yang telah menunaikan misi Ilahiyah sebagai amanah suci, amanah mempunyai akar kata yang sama dengan iman dan aman, sebab itu orang mu’min artinya yang orang mendatangkan keamanan, dan dari 99 nama terbaik-Nya, Allah disebut sebagai Al Mu’min, karena Dia yang melimpahkan keamanan bagi alam semesta dan seisinya.
Berpihak kepada Allah berarti secara konsekwen melaksanakan amanah tauhid dalam pemahaman, sikap dan perbuatannya. Menjadikan Al Qur’an sebagai sumber amanah yang tak pernah sedetikpun terlepas dari kehidupannya.
Orang yang secara konsekwen melaksanakan amanah Ilahiyah, patutlah dipanggil sebagai nashahah, sehingga Rasulullah memberikan panduannya kepada kita bahwa agama itu adalah nasihat, yang artinya satu aturan yang akan membawa manusia kepada kondisi yang aman sentosa. Sedangkan orang yang yang berpihak kepada ajaran syetan, sadar ataupun tidak, telah menodai fitrah dirinya sebagai mahluk yang mulia, dan karenanya disebut sebagai ghasyasyah, sang penghianat!
Dan pada saat seseorang menghianati amanahnya, pada saat itu pulalah imannya telah tercerabut. Bertambah sering dia berhianat, maka jadilah penghianatannya itu sebagai jubah kebesaran pribadinya. Seorang Muslim yang menerima amanah Rasulnya, adalah mereka yang dengan tekun dan istiqomah senantiasa menghidupkan sunnah, walaupun konsekwensinya harus di anggap sebagai al-guraba atau manusia yang aneh.
Rasulullah, bersabda Orang yang beriman itu satu sama lainnya mejadi nashahah dan saling mencintai, walaupun badan mereka dan tempat tinggalnya saling berjauhan. Orang yang durhaka itu sama lain ghasyasyah dan saling berhianat, walaupun badan dan tempat tinggal mereka berdekatan .
Alangkah indahnya ucapan Rasulullah ini, bukan saja tersirat prinsip, persaudaraan muslim yang tegas, tetapi juga mencerminkan satu wanti-wanti agar seorang muslim waspada , jangan sampai terjebak dalam penghianatan. Orang Muslim adalah tipe manusia yang paling merdeka dimuka bumi ini, karena penghambaan dirinya hanya terikat pada aturan Allah semata-mata, sehingga dihadapan Dia, tampillah sebagai pelayan paling setia, sedangkan dimuka bumi dia adalah khalifah fil ardhi yang menancapkan panji-panji amal prestatif seraya membersitkan cahaya kebenaran, sehingga pantaslah dia dipanggil sebagai rahmatan lil alamin.
Oleh karenanya, setiap pribadi muslim haruslah menyadari, bahwa dirinya adalah manusia merdeka, emas pembawa misi suci Ilahi. Dia hanya memilih dan berpihak kepada Allah, itulah ciri dan cara dirinya menjadi manusia yang merdeka, melepaskan diri dari segala jerat syaitaniyah serta penghambaan nafsiyah yang akan membutakan potensi dirinya untuk menentukan haknya memilih dan memihak. (Anwar)