Opini  

Jangan Sombong, Jangan Takabbur!

Mewarta.com, Opini – Penyakit sombong atau takabur adalah pangkal dari segala penyakit yang nista. Kehancuran Iblis dimata Allah dikarenakan sikap dirinya yang sombong . Tatkala seluruh malaikat mengakui keunggulan Nabi Adam a.s. sebagai ciptaan Allah, maka Iblis (ada yang menafsirkan Iblis, artinya ablasa yang bermakna membangkang) karena dia membangkang atas perintah Allah dikarenakan oleh kesombongan dirinya dan berkata : “untuk apa aku harus hormat kepada Adam, aku diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah!” Iblis membanggakan asal muasalnyya, dia merasa betapa api lebih unggul dari tanah. Disinilah pangkal kesombongan itu hadir. Sejarah juga membuktikan bahwa Firaun hancur ditelan lautan, dikarenakan kesombongannya yang melangit, bahkan tidak kepalang tanggung dia mengaku dirinya sebagai Tuhan yang paling tinggi, Kekuasaannyya dipakai untuk memperkokoh kedudukan dirinya, tidak ada satu manusiapun diijinkan untuk berbeda pendapat dengan dirinya .

Maka kesombongan itulah yang menyebakan Firaun binasa, sebagaimana direkam dalam Al Qur’an : “Sesungguhnya firaun berbuat sombong di muka bumi, diopecahnya masyarakat mnenjadi bermacam-macam golongan, sebagian menindas golongan yang lain, membunuh anak laki-laki dan membiarkan perempuannya. Sesungguhnya ia termasuk orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. Al Qhasas: 4 ).

Rasa sombong, merasa diri yang paling segalanya, bisa saja dikarenakan oleh harta, pangkat martabat, keturunan, ilmu, wajah dan segala sesuatu yang diangap manusia mempunyai nilai . Sesungguuhnya, manusia cenderung untuk lupa diri, pada saat dia berada dalam satu tingkat yang dinilainya lebih dari orang lain. Bahkan dengan sangat jelas, diingatkan oleh Allah dalam Al Qur’an :  ”Sesungguhnya manusia itu sewenang-sewenang bila ia merasa dirinya berkecukupan” (Q.S. Al Alaq : 6-7). Seseorang bisa saja terperangkap dalam penyakit sombong, pada saat dia menjadi budak Al Gengsi wal Status. Demi menjaga gengsi, dia tidak mau bergaul dengan orang yang dia anggap tidak level. Dia pilih tamu yang datang, apakah tamu ini bakal membawa hoki keberuntungan atau malah hanya membawa kertas sumbangan .

Senyum renyah, sopan dan penuh santun, rasa hangat berhamburan mengisi seluruh ruang tamu, pada saat berhadapan dengan orang satu level, tetapi sebaliknya, wajahnya mendadak dingin, bicara seperlunya, dan tampak gelisah, karena dia berhadapan dengan si Baso tukang gali sumur. Untuk ini kita tentu akan segera menangkis dan dengan gesit seraya berlogika : ” ini kan jaman modern bung, segalanya serba praktis, pragmatis dan ekonomis, kita tidak bisa melayani semua orang sama, kita toh harus bisa menempatkan sesorang sesuai dengan statusnya dong!”.

Ucapan tersebut adalah ucapan seorang matrialistis, yang hanya melihat business just the sake for business. Manusia dipandang sebagai benda kommoditi yang baru punya nilai apabila diklasifikasikan dengan nilai rupiah atau dollar, lebih dari itu , manusia hanyalah seonggok daging tak berharga . Bukan main!.

Sebenarnya apabila dilihat dari rasa religious, berlogika seperti ini rasanya memang tidak pantas diucapkan. Apalagi ajaran Islam dengan tandas, tidak boleh membedakan manusia menurut ukuran apapun, karena nilai dan harga manusia adalah taqwanya innaa akromakum indallahi atqookum. Dengan ayat ini, kita diajarkan untuk bersikap santun kepada siapapun, karena keberadaan kita dikarenakan adanya orang lain. Mana mungkin seseorang disebut Kaya apabila tidak ada orang miskin. Justru karena ada si miskin itulah, status dan identitas kaya menjadi sah!. Maka pantaslah Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang akan menolong dan memberi rejeki bagimu adalah orang-orang lemah (dzu’afa)diantara kamu.” Apakah pernah terpikirkan, bahwa nasi yang ada dipiring yang digelar diatas meja mewah itu , awalnya dari hasil keringat petani, orang-orang yang sering terlupakan ?

Cobalah sesekali kita simak, tatkala sebuah gedung mewah bertingkat selesai dibangun, upacara digelar dengan wah, semua yang berjasa mendapat kalungan bunga, anggur dan simponi kebahagiaan bergema. Tetapi pada saat itu, dimanakah wahai kuli bangunan dan para tukang cat tembok?. Padahal, tanpa kuli dan tukang cat tembok, apakah mungkin bangunan mewah itu berdiri? Pantaslah ajaran Islam begitu luhurnya, menghargai betul peranan kaum miskin ini, bahkan dalam setiap harta kita sesungguhnya ada hak orang miskin, diminta maupun tidak. Maka mereka yang tidak mau bersedekah, menyisihkan sebagain hartanya untuk zakat, sesungguhnya telah melakukan tindakan korupsi mental yang sangat dinista Allah.

Begitu telitinya ajaran Islam akan persamaan hak, dan menghindarkan diri dari kesombongan, sampai-sampai Nabi sendiri pernah ditegur Allah, ketika beliau berwajah masam dan memalingkan muka ketika berhadapan dengan Ummi Maktum, yang buta dan miskin. Teguran Allah ini, suatu bukti bahwa Nabi senantiasa terpelihara dari jebakan kesombongan, dan sekaligus sebagai i’tibar bagi kita kaum muslimin. Islam memandang semua manusia adalah sama, tidak ada yang satu lebih super dari yang lain, kecuali taqwanya. Itulah sebabnya, Islam membawa angin segar dalam peradaban dunia, ketika ajaran pembebasan budak dan perhatiannya kepada kaum lemah telah mengganggu budaya dan peradaban Imperium Romawi, Quraisy Jahili , dan segala tatanan adat istiadat yang meremehkan harga diri manusia.

Suatu ketika, karena khilaf Abu Dzar memanggil Bilal dengan sebutan Hai anak perempuan hitam!. Jangan sombong Pada saat itu didengar oleh Rasulullah, dan sambil menepuk bahu Abu Dzar, beliau bersabda : “Terlalu, sungguh terlalu , ketahuilah wahai Abu Dzar sesungguhnya tidak ada kelebihan orang putih atas orang hitam , kecuali amal salehnya “. Kemudian Abu Dzar menjatuhkan dirinya ditanah, dan menempelkan pipinya diatas debu, dan dimintanyya Bilal menginjak kepalanya sebagai tebusan atas kesombongannya. Abu Dzar sangat paham bahwa didalam Islam menyombongkan diri karena keturunan adalah dosa besar.

Tidak ada Bangsa Aria, tidak ada Uber Alles, tidak ada satu keyakinanpun ditanamkan dalam ajaran Islam bahwa ada suatu bangsa menjadi yang dikatagorikan sebagai bangsa unggul karena ukuran warna kulit atau karena keturunan Dewa. itu semua hanya legenda isapan jempol untuk membangun chauvinisme belaka. Disamping karena memuja dan menjadi budak Al Gengsi , wal takabbur  bisa juga dikarenakan menganggap remeh orang lain. Tidak mau mendengarkan hikmah kebenaran, apalagi nasihat yang datangnya dari orang yang dia anggap tidak level. Rasulullah bersabda : tidak akan masuk surga yang diliatinya terdapat seberat debu dari sifat kesombongan. (HR Muslim ).

Bayangkan! betapa bahayanya sifat sombong ini, walau hanya seberat debu, didalam hati, tersembunyi dan sangat pribadi sifatnya, ternyata tidak dijamin untuk mendapatkan Rahmmat dan Maghfirah Allah .

Hadist ini menunjukkan Suatu tindakan prefentif , agar setiap pribadi muslim mau berjuang menundukkan dirinya sendiri dari sifat Iblis yang membanggakan dirinya Karena apabila hati telah kita kuasai, suka mendengar nasihat dari siapapun, dan mau menghargai manusia dalam status bagaimanapun, akhirnya akan membawa diri kita kepada sikap mukhlisin, ikhlas dan tawadhu .

Hati yang mukhlis ini, akan terekspresikan dari tutur katanya yang sejuk menyejukkan. Bercandanya tidak berlebihan, dia menghindari dari ucapan tabarruj, jorok, vulgar dan kasar (karena takut akan menjebak pada lupa diri dan menyebabkan ada orang yang tersinggung), lagi pula orang yang rendah hati itu , akan terlihat dari bibirnya yang senantiasa merekah sebagai pantulan wajah yang tu’maninah, damai!

Tawadhu adalah sikap yang kontradiktif diametral dengan sikap takabur. Tawadhu memiliki jiwa yang hangat, sedangkan orang takabur dikuasai oleh jiwa amarah, dan emosinya membeku dari kebenaran, terjadi suatu proses yang disebut sebagai frozen emotional attitude. Tawadhu adalah jiwa yang lemah lembut, sangat berhati hati dan takut terperangkap dosa, sedangkan seorang mutakabbir adalah manusia yang mendongakkan kepalanya, pongah, angkuh dan merasa dirinya bebas, tidak sensitif pada nilai-nilai kebenaran, apalagi perasaan berdosa .

Tawadhu senanatiasa merasa dirinya diawasi oleh sorotan video Ilahiyah, yang terus menerus merekam tingkah lakunya dari detik ke detik , sedangkan si Takabur merasa terbebas dari segala ikatan, dia merasa yang mempunyai power, segalanyya bisa diatur dengan kekuasaannya, mengecilkan arti dan kehadiran orang lain yang dia pandang lebih kecil dari status dirinya Tawadhu memilih kesedarhanaan, karena bagi dirinya sederhana itu indah dan mulia .

Sebaliknya, si Takabur mabuk pujian dan sanjungan. Cepat naik pitam apabila ada orang yang melebihinya, apalagi mencoba mengkritiknya. Walau demikian, jangan salah duga, mengira bahwa orang yang tawadhu itu mempunyai jiwa yang lemah, powerless, tak berdaya Tidak!. Justru dibalik kelembutan dan kehalusan ahlaknya itu, tersimpan suatu prinsip yang maha dahsyat, karena mereka mempunyai prinsip hidup yaitu , keras pendiran (istiqomah) .tetapi lemah lembut dalam tindakan.

Ketahuilah bahwa sikap syaitaniyah yang teruss menghembuskan hawa nafsu amarah itu, dimasukkan kedalam hati manusia dengan sangat halus. Setan tidak pernah dengan jantan menggoda manusia, dia adalah mahluk yang paling licik, licin dan penuh dengan tipu daya. Salah satu tipu dayanya adalah menyodorkan sebuah adagium yang sekilas kita anggap sangat logis, yaitu tidak lain daripada  gengsi dan harga diri. Sebab itulah, salah satu ajaran prilaku yang paling awal harus diperkenalkan kepada anak-anak kita adalah sikap tawadhu ini. Agar mereka mampu membuat balancing dalam kehidupannya, mau menghargai orang lain, dan sadar bahwa keberadaan dirinya adalah bernilai apabila dia mampu menjalin silaturrahmi, dan persahabatan dengan sesamanya, tanpa membeda-bedakannya.

Suruhlah anak-anak masuk dalam club olah raga, melakukan kompetisi, agar mereka menghayati realitas kehidupan, bahwa dunia ini memang penuh dengan persaingan. Tetapi dalam permainan itupun dia akan belajar bagaimana caranya bekerjasama, bagaimana caranya memimpin dan dipimpin, merasakan menang, dan merasakan pula pahitnya kekalahan .

Apabila sudah mulai dewasa ajarkan kepadanya untuk berorganisasi, karena didalam berorganisasi itu dia akan merasakan secara nyata arti dari sebuah pergaluan masyarakat, belajar menghormati dan dihormati. Rasulullah bersabda :  umatku adalah mereka yang menghormati dan takjim pada orang yang lebih tua, dan sangat sayang pada yang lebih kecil . Dalam konteks yang lain, Rasulullah bersabda pula : Barang siapa yang menyayangi apa yang ada dibumi, maka dia akan disayangi oleh DIA yang dilangit.

Ajaran kasih sayang adalah esensi ajaran Islam yang paling dominan! Dan dengan cinta inilah Islam merebak dari mulai Cordova di Andalusia sampai Jayapura di Irian Jaya, belahan bumi telah disiram cinta oleh peradaban Islam, dan salah satu bunga cintanya adalah ajaran untuk menjadi manusia yang tawadhu menjauhi sikap takabur. Kekuasaan dan harta pusaka tak akan pernah membuat dirinya mabuk kepayang. Reputasi, gengsi dan prestasi tak pernah menjadikan dirinya teralienasi dan mengisolir diri dari pergaulan, apatah lagi memilih untuk menjadi manusia exclusive yang enggan dijamah kaum du’afa.

Pokoknya Jangan sombonglah!