Opini  

BERTANYALAH, sebelum datang suatu hari, dimana kita akan ditanya

OPINI. Mewarta.com. Freud tokoh psychologi modern mencemooh bahwa agama adalah universal obsesional neurosis, sehingga mereka yang ingin beragama harus sakit jiwa terlebih dahulu. Sayangnya Freud mati dalam keadaan menyedihkan sebagaimana ditulis oleh Zilboorgh, Freud mati dalam keadaan stress, pesimis dan kondisi jiwa penyedih, dia mati diselimuti teorinya sendiri, death anxiety, mati dalam keadaan depressive neurosis.Dia mati dalam indikasi sakit jiwa tanpa sempat beragama

Lukisan ini, hanya ingin mengingatkan diri kita semua, bahwa sekali kita memilih Islam, kita dipatri sebagai musuh oleh beberapa kelompok yang memang sejak lahirnya agama ini tetap memasang perangkap untuk mengebiri umat. Kita berada dalam kurun yang penuh tantangan, tidak ada jalan berpaling kecuali hadapi tantangan itu dengan jantan. Umat Islam harus menjadi pendobrak dan sekaligus creator dinamika yang menggelepar dan gelisah melihat kemunkaran, haus untuk menebar kasih sayang dimuka bumi, meronta untuk tampil dalam prestasi yang utuh.

Apa kata Nietzsche tentang ini, creation that is the great redemption from suffering, and life’s growing light, kreasi adalah pembebasan akbar dari segala penderitaan dan cahaya yang kian benderang dalam kehidupan.

Setiap diri kita harus tampil sebagai Pemikir dan Pejuang, kreator dan pendobrak, tidak ada kalimat statis dalam kehidupan umat. Statis adalah penghianatan yang memalukan. Tidak ada kalimat diam, dalam membangun kebenaran, silence is worse all thruths that are kept silent become poisonous. Entahlah !

Apa kita masih sadar atau minimal tahu, bahwa setiap memasuki bulan Muharram, lantas terlintas semangat hijrah? Darah para syuhada belum lagi pupus dari sejarah, dakwah yang menggapai dan menyejukkan, belum lagi lenyap dari catatan, tetapi adakah kita merasa digedor oleh perjalanan panjang para syuhada itu?. Ah …pantaslah dengan sangat sedih, Rasulullah ketika menjemput maut, beliau merintih seraya berdesah  ummati… ummati ….shalat …shalat! ya Allah Kita tidak tahu apa debaran jiwa suci Rasul dibalik rintihan itu, dia mengungkapkan segudang simbolisasi amanah besar pada diri kita. Kita bisa memprediksi, bahwa titipan amanah terakhir itu menggedor umat Islam, agar tetap istiqomah pada Qur’an dan Sunnah. Jangan lupa sholat! karena dibalik ini semua terkandung mutiara dan jembatan emas maha berharga bagi kita, shalat bukanlah pelarian penderitaan, bukan hanya sekedar mencari pahala, tetapi bagi kita, shalat sudah merupakan konsumsi, bagian yang membuat kualitas diri menjadi bercahaya, karena sholat merupakan terminal untuk kemudian mengarungi perjuangan hidup dengan penuh gairah. Shalat bukan pemberhentian akhir, tetapi dia adalah pelabuhan, untuk mendapatkan tambahan enerji batin, menguatkan diri dalam mengemban amanah Allah.

Orang tak dapat melihat bayangannya sendiri didalam air yang mengalir, tapi ia dapat melihatnya pada air yang diam. Didalam shalat, dalam tafakkur, wirid dan dzikir, disitulah kita akan mampu melihat wajah kita. Karena dalam do’a, jiwa kita telanjang, tidak ada yang disembunyikan dihadapan Tuhan, bahkan kita sendiri dengan penuh kejujuran mengakui dan menumpahkan segala nista kehidupan yang pernah kita lakukan.

Dalam do’a dan dzikir, kita berkontemplasi menyelam mengarungi diri sendiri ingin mengenal siapa diri kita yang sebenarnya, dimana kita dalam posisi dihadap Engkau yang Rabbi, kemanakah kita, dan apa yang akan kita banggakan dihadapan-MU wahai Kekasih yang Maha Rahman.

Ditengah kesibukkan dunia yang sempit, waktu yang monoton, hidup yang serba mekanis, kita tidak boleh kehilangan identitas, tidak perlu terus menerus ikut aliran sungai, berhentilah sejenak untuk menambah kearifan, vitalitas perjuangan untuk berprestasi, produktif dajam segala bidang, dimanapun kita berada.

Mukmin yang berprestasi lebih dicintai Allah dari pada seorang mukmin yang lemah. Bagaimanapun derasnya arus kehidupan, sibuknya dera dunia, tetapi seorang muslim tak pernah lengah untuk memenuhi audiensinya dengan Sang Maha Rahman.

Ada semacam kerinduan yang menggigit dihati setiap muslim, untuk bertawajuh, larut dan tenggelam dalam samudera dzikir. Seorang mukmin dan muslim  sadar, bahwa hanya dengan membedah batin, prestasinya di dunia akan mempunyai nilai.

Apalah artinya tepukan dan pujian, kalau hati nurani menjerit didera oleh kehampaan Ilahiyah.

Sadarlah dirinya, betapa makna Iqra yang merupakan ayat pertama itu, merupakan satu simbol, bahkan energi untuk menjadikan manusia mulia dunia dan akhirat. Maka ada baiknya, sekali-kali kit a bertanya apa sih prestasi kita. Ketahuilah bahwa dunia ini hidup di mulai dari kalimat tanya. Nah! bertanyalah, sebelum datang suatu hari justru masing-masing kita akan ditanya!. (Anwar)