Opini  

Al-Ghuraba (Orang Aneh yang Islami)

Opini. Mewarta.com//Rasulullah suatu saat bersabda; “Berbahagialah wahai orang-orang aneh.” Ucapan ini tentu saja tidak ditujukan kepada mereka saja, akan tetapi yang dimaksud orang aneh dalam pandangan Islam ialah mereka yang mampu melakukan perbaikan secara Qur’ani dan secara Sunnah. Mereka yang mampu menebarkan benih-benih akhlaq yang mulia, sebagaimana Rasulullah mendefinisikannya bahwa Al Ghuraba itu ialah. Mereka yang secara konsisten menjadi pelopor untuk melakukan perbaikan akhlaq, di tengah-tengah manusia yang dekaden (rusak akhlaknya).

Al-Ghuroba adalah seorang pelopor dalam menegakkan kebenaran, he is the real man, the real hero. kebenaran walau di depan matanya menghadang pedang yang terhunus. Karena diliatinya sudah terhunjam rasa cinta yang mendalam kepada Tuhannya.

Ketika manusia sudah merasa asing dengan agamanya sendiri, ketika manusia sudah kehilangan jati dirinya yang Islami. Al-Ghuraba datang menawarkan pelita kesejukan yang memberikan jalan terang bagi manusia untuk meniti cara hidup yang benar. Bisa jadi mereka ini melawan arus kebiasaan, sebuah perilaku sosial yang mungkin dianggap telah melembaga.

Ketika seorang direktur sebuah perusahaan mengawali rapat para eksekutifnya, dengan mengajak membaca basmalah, bisa jadi direktur itu disebut sebagai orang aneh. Ketika seorang dosen di sebuah universitas negeri yang para mahasiswanya mayoritas adalah Islam, mengawali pelajaran atau mata kuliahnya dengan membaca Al-Faatihah, sudah bisa dipastikan orang itu disebut sebagai dosen aneh.

Ketika seorang pegawai negeri yang punya kedudukan dan power birokrasi hidupnya pas-pasan, karena punya prinsip untuk tidak korupsi, pastilah ada orang yang menyayangkannya, atau bisa jadi istrinya sendiri menganggapnya sebagai suami yang aneh, pegawai negeri yang terlalu jujur.

Ketika calon ratu dunia karena mendapatkan hidayah kemudian memakai jilbab, pastilah dengan semangat, kita akan menudingnya sebagai putri ayu yang aneh. Kepada orang-orang aneh seperti itu Rasulullah bersabda, “Berbahagialah orang aneh, yaitu orang yang mampu mengisi apa yang hilang, melengkapi apa yang ganjil, dan memenuhi apa yang kosong”.

Suatu saat Umar bin Abdul Azis, seorang Gubernur di Siria sedang lembur menyelesaikan tugas-tugas kenegaraan. Kemudian putranya tercinta datang mengetuk pintu kamar kerjanya. Umar berkata, “Wahai ananda, adakah yang sangat penting akan engkau sampaikan, sehingga engkau datang menyusulku kemari ?” Dijawab oleh putranya, “Benar ayahanda, ada urusan keluarga yang harus kita bicarakan karena sangat mendesak dan urgent”. Umar kemudian melangkah menghampiri lampu tempel dan meniupnya sehingga kamar kerja itu menjadi gelap. Melihat tingkah orang tuanya itu sang putra bertanya, “Ayah, saya datang ke sini untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting, tetapi kenapa ayah matikan lampu sehingga gelap begini?” Umar mejawab dengan tenang, “Anakku, kita akan membicarakan soal pribadi, soal keluarga kita. Sedang lampu tempel itu, adalah inventaris negara dan minyaknya aku peroleh dari Baitul Maal, uang rakyat. Tidak pantas kita membicarakan kepentingan pribadi atau keluarga dengan memanfaatkan fasilitas negara dan uang rakyat. Maka kini kita bebas bicara untuk kepentingan kita tanpa dibayangi oleh pengkhianatan atau memanfaatkan jabatan. Ayo bicaralah”.

Pejabat seperti Umar, kalau saja ada di negeri kita ini, pastilah disebut sebagai orang ekstrim atau manusia langka. Sikap Umar ini, persis seperti apa yang disabdakan Rasulullah, “Mereka itu adalah manusia langka yang menambah sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan manusia yang lain”.

Inilah tipe orang-orang aneh yang dimaksudkan oleh Rasulullah, yaitu manusia yang tetap membawa pelita amanah. Akhir-akhir ini Al-Ghuraba itu telah mulai hilang dari cakrawala pergaulan kita sehari-hari. Selanjutnya Rasulullah bersabda. “Orang aneh itu ialah mereka yang selalu menghidupkan sunnahku, ketika begitu banyak manusia telah berupaya untuk mematikannya.”

Kini berpulang kepada diri kita masing-masing. Apakah mau menjadi manusia aneh gaya kafir yang hidup hanya mencari kenikmatan dunia dan terpelanting dari ikatan ruh Ilahiyah, ataukah mau menjadi orang aneh Islami yang sikap hidupnya tetap konsisten untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang mampu menjadi pelopor kebenaran dan kemuliaan akhlaq?

Saya berharap, kiranya kita akan memilih menjadi Al-Ghuraba, orang aneh yang Islami, karena bukankah Rasulullah bersabda : “berbahagialah wahai orang aneh yang selalu menghidupkan sunnahku dan bersikap hidup bersih penuh amanah”

(AWR)